Faktor-faktor Penyebab
Keterpurukan Daerah Perbatasan
Hingga
hari ini provinsi Kalimantan Barat masih mengalami permasalahan yang akut dalam
hal kesejahteraan masyarakat hingga infrastruktur. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Provinsi Kalimantan Barat berada pada peringkat 28 dari 33 Provinsi di
Indonesia. Kondisi pendidikan, kemiskinan dan infrastruktur yang buruk menjadi
penyebab rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar. Komponen
pembentuk IPM, seperti kekuatan daya beli, angka melek huruf, rata-rata lama
pendidikan masyarakat, dan angka harapan hidup penduduk Kalbar, masih di bawah
rata-rata angka nasional. Bahkan, jika dibandingkan dengan provinsi lain di
Kalimantan, Kalbar berada dalam posisi terbawah.
Melihat
tingkat kesejahteraan, yang sejatinya juga dapat diukur dari tingkat
pertumbuhan ekonomi Kalbar yang masih berada dibawah rata-rata pertumbuhan
nasional. Sebagai contoh, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Kalbar mencapai
5,42 persen. Lalu pada 2009 turun menjadi 4,76 persen. Pada 2010 berada dititik
5,35 persen. Sementara pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Kalbar 5,87 persen,
jauh dibawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,5 persen.
kemiskinan di Kalbar juga masih parah, selalu berada
di posisi paling belakang di seluruh bumi Kalimantan. Meskipun begitu, kita
akui bahwa pada tahun 2010 angka kemiskinan Kalbar sudah menunjukkan angka yang
lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Diketahui pada 2010 tingkat
kemiskinan di Kalbar mencapai 9,02 persen. Pada tahun sebelumnya: 2009 sebesar
9,30 persen, 2008 sebesar 11,07 persen dan pada 2007 sebesar 12,91 persen.
Jika kita
melihat data kondisi kualitas pendidikan di Kalimantan Barat, dapat kita
temukan bahwa rata-rata lama sekolah, Kalbar yang masih berada di angka 6,8
tahun, jauh dibawah rata-rata nasional yaitu 7,9 tahun. Artinya, mayoritas
masyarakat Kalbar masih berpendidikan Sekolah Dasar atau tidak tamat Sekolah
Dasar. Belum lagi angka melek huruf masyarakat Kalbar yaitu 89,7% dibawah
rata-rata nasional yaitu sebesar 93,2%. Artinya, lebih dari 450.000 penduduk
Kalbar masih buta huruf latin dan bahasa Indonesia. Hal ini menjadikan kualitas
sumberdaya manusia di Kalbar juga rendah, sehingga mudah dipengaruhi, dibodohi
dan diselewengkan hak-haknya.
Kemudian
juga, kita menduga bahwa beberapa faktor pengganjal perkembangan ekonomi Kalbar
terkendala sebagian besar disebabkan oleh beberapa hal, sebut saja fasilitas
infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara maupun listrik yang masih minim. Kendala
infrastruktur itu ditambah dengan inefisiensi birokrasi. APBD Kalbar masih
sangat tergantung kepada dana yang datang dari Pemerintah Pusat. Tanpa ada
kedekatan secara politik dengan pemerintah pusat, mustahil Kalbar bisa
mendapatkan perhatian guna memicu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
infrastruktur.
Di samping
itu, infrastruktur jalan di Kalbar banyak yang rusak parah, baik jalan nasional
sepanjang 1.600 km dan jalan provinsi yang sudah mencapai 1.575 km. Luas Kalbar
yang setara dengan satu seperempat kali Pulau Jawa, menyebabkan satu kecamatan
bisa didatangi berhari-hari. Masalah infrastruktur ini sangat mendesak untuk
segera dibenahi, sekalipun penduduk Kalbar sangat jarang. Kalau tidak
dipercepat prosesnya, tidak ada lagi yang bisa diambil manfaat oleh penduduk,
ketika sumber daya alam di Kalbar habis, sementara infrastruktur juga binasa.
Kendala
infrastruktur di perbatasan, menimbulkan instabilitas. Hal itu berdampak pada
sektor pertahanan dan keamanan negara yang merupakan kewenangan pemerintah
pusat. Namun yang paling terkena dampak adalah tingkat kesejahteraan masyarakat
di daerah perbatasan. Wilayah Negara Malaysia jauh lebih makmur, dibandingkan
Republik Indonesia, sehingga memicu kepada perpindahan penduduk, penyeludupan,
perdagangan manusia, sampai penebangan hutan di sepanjang perbatasan.
Kondisi
inilah yang memang perlu menjadi perhatian, mulai dari Pemerintah, tokoh
masyarakat, agama, adat, perguruan tinggi, pemuda dan seluruh unsur masyarakat
Kalbar. Bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk segera bangkit dan melawan
kondisi yang sedang dialami oleh Kalimantan Barat.
Kondisi
seperti itu membuat mereka membutuhkan kepemimpinan yang kuat, tegas dan memang
berpihak pada semua unsur masyarakat. Tidak diskriminatif dalam membuat
kebijakan-kebijakan pembangunan, berdiri di atas kepentingan semua golongan
masyarakat, agama dan adat, serta memiliki jaringan politik yang kuat di
tingkat pusat dan kalangan dunia industri swasta yang sejatinya adalah mitra
yang dalam pembangunan.
Dalam
kaitannya dengan pembangunan infrastruktur di Kalbar, sampai saat ini masih
terkendala dengan anggaran. Dimana anggaran yang tersedia sangatlah tidak
mencukupi untuk melakukan pembangunan infrastruktur yang masih dalam waktu
cepat. Hal ini diperparah dengan kurangnya inisiatif dari birokrasi dan
kepeimpinan Provinsi Kalbar dalam melakukan kerjasama, baik dengan Pemerintah
Pusat, luar negeri dan dunia swasta yang sejatinya bisa membantu secara lebih
efektif dalam hal penguatan anggaran dan penyediaan fasilitas pendanaan bagi
proses pembangunan infrastruktur tersebut. Bahwa selama ini pemerintah Provinsi
hanya menggantungkan kekuatan pendanaan kepada anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) yang sangat kurang dan tidak mencukupi jika harus melakukan
pembangunan infrastruktur di Kalbar dalam waktu yang relatif cepat.
Masyarakat
Kalbar memang membutuhkan kepemimpinan yang mampu menjawab tantangan besar yang
dihadapi oleh Provinsi ini, mulai dari penyediaan anggaran pembangunan,
efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran serta birokrasi sebagai pelaksana
pembangunan dan penyediaan kebutuhan-kebutuhan mendasar bagi rakyat di
Kalimantan Barat sembari memastikan bahwa seluruh kegiatan ekonomi, sosial
politik memang memberikan kontribusi positif bagi proses pembangunan di
Kalimantan Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar